Assalamu'alaikum Selamat datang di blog emak-emak muda
Home| Numpang| Nampung| Nampang| Bikin Sendiri| Twitter| Facebook|

Senin, 06 Juni 2011

Tas Punggung dan Sandal Gunung

Aku teringat iklan sebuah produk minuman susu formula untuk anak usia 6 tahun ke atas. Hmm, rasanya tak pantas aku sebut merknya disini. Tapi aku jadi tahu setiap orang butuh diakui, dikenal oleh orang lain. Punya identitas yang bisa dikenal oleh orang lain. Sadar atau tidak, seperti itulah. Manusia sebagai makhluk sosial yang butuh orang lain. Seegois apapun, manusia tentu membutuhkan pengakuan dari orang lain.


Karena itulah, setiap orang mempunyai nama. Alasannya agar mudah dikenali oleh orang lain. Itulah mengapa ketika seseorang bertamu kemudian ditanya si empunya rumah, maka sunah bagi tamu untuk menyebutkan nama atau identitas dirinya.

Ngomong-ngomong soal nama, nggak ada yang nyangkal bisa jadi di suatu kondisi, ada orang yang mempunyai nama yang sama. Apalagi namaku. Ida. Kalau mau menelusuri (hehe, jika kurang kerjaan) orang yang mempunyai nama Ida, ada lebih dari satu. Percaya nggak percaya, hehe, daripada repot menelusuri dari kompleks ke kompleks rumah.

Bahkan saat aku kuliah, ada kakak kelasku yang namanya persis denganku. IDA FARIDA. Duhh, dan lagi lagi setiap angkatan ada mahasiswa yang bernama Ida. Bahasa kerennya, ‘pasaran deh namaku’ :D

Tahun ini aku pindah kerja di kabupaten Pekalongan dan lagi-lagi haru ketemu dengan nama Ida. Anak ibu kosku namanya IDA. Teman kerjaku juga ada yang panggilannya Ida. Ckck, tambah geleng-geleng deh.

Yah, memang belum ada bank data yang memuat nama semua orang yang ada di dunia ini kali ya. Hehe, macam ketika kita mau sign in membuat account email baru. Ketika kita mendaftarkan nama dan ternyata nama sudah dipakai, nggak bakal disetujui deh tu nama. Keren kali ya kalau begitu. Nggak bakal ada yang mempunyai nama yang sama.

Jadi mikir, nama boleh sama, tapi apa yang dikenal orang padaku musti beda. Itu lho A yang suka nasyid, A yang suka makan atau A yang suka yang lainnya. Meski sama-sama mempunyai nama A, mereka dikenal dengan hal yang berbeda.

Aku sendiri, apa ya yang dikenal orang dariku? Hm, anak-anak SMP tepat aku mengajar dulu, mengenalku dengan sandal gunung dan tas punggung. Dua hal ini memang tak lepas dariku. Bukan untuk menyebut diri hebat, karena memang tak ada hebatnya identik dengan dua hal itu. Meski usia sudah hampir kepala 3, dua hal itu belum bisa lepas dariku.

Masih ingat, ada temanku, seorang perempuan yang mencintai sekali tas punggungnya. Berasa alergi kalau memakai ‘tas perempuan’. Tas yang dicangklong di salah satu bahu itu. Tapi setelah menikah dan suaminya tak suka jika istrinya memakai tas punggung, jadilah temanku ini tak pernah lagi memakai tas punggung. Kemanapun perginya. Hm, mungkin aku akan seperti itu. Sampai ada yang benar-benar melarangku memakai tas punggug, baru deh, aku akan melepas tas punggungku.

Ngomong-ngomong soal sandal gunung, aku pernah merasa kehilangan banget. Waktu itu aku bersama 6 orang muridku jalan-jalan ke pantai. Liburan dadakan gitu. Pergi ke pantai Sundak di Jogja. Keasyikan sampai nggak tau kalau satu sandal gunungku yang kuparkir di pinggir pantai sudah kebawa ombak sampai nggak tahu kemana. Mungkin sekarang sudah sampai samudra antah barantah. Huft.. tapi tetep, dasar ngefans sama sandal gunung, yang satu hilang, beli lagi aja :D

Pernah suatu ketika ada temenku yang bertanya ‘apa visi hidupmu’. Jujur, sebenarnya nggak aa tuh konsep visi hidup yang pakai dibilang ke orang lain pakai kata-kata. Cenderung, mengalir aja. Tapi menggelitik juga itu pertanyaan. Aku hanya menjawab ‘menjadi manusia sebenarnya yang bermanfaat untuk orang lain’. Jiahh, sempat rada gimana gitu waktu nyebutin visi itu. Macam jadi orang terkenal yang kena wawancara wartawan. Hehe.

Menjadi terkenal memang nggak enak, tapi mengenal banyak orang tentu lebih menyenangkan. Jadi, bermanfaat untuk orang lain tentu membuatku mengenal banyak orang. Dengan itulah aku dikenal orang, terlepas dari sandal gunung dan tas punggung :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar