Assalamu'alaikum Selamat datang di blog emak-emak muda
Home| Numpang| Nampung| Nampang| Bikin Sendiri| Twitter| Facebook|

Senin, 09 Januari 2012

Antara Nyanyi dan Galau

Mari bernyanyi
Aku lagi pengen nyanyi nih. Btw kenal lirik lagu ini ga yaa. Ini nasyidnya Fatih. Acapela nasyid. Judulnya ikan, laron, semut. Aku rekomendasiin deh buat kamu yang suka nasyid. Boleh deh sekali-sekali dengerin nih lagu. Apalagi buat yang lagi galau. Bahasa orang sekarang yang lagi ngejamur. Ups, :D

Karena kata Ippho Santosa, sang motivator yang bikin buku 7 keajaiban rizki bilang “hanya kerbau yang boleh galau”. Haha, tambah ketawa guling-guling nih. Kenapa musti kerbau yaa. Kupikir biar sama sengaunya aja: galau-kerbau. Dan yang jelas siapa sih yang mau disamain sama kerbau yang konon dijadikan sebagai penggambaran orang yang pasrah tanpa usaha. Meski kalau di shio (horoskop Cina) kerbau diidentikkan dengan karakter yang hebat: pekerja keras dan tangguh. Tapi yang jelas, aku nggak mau disamain dengan kerbau. Nggak peduli juga sama shio itu. Bikin syirik aja. Percaya sama ramalan yang pasti bakal menomorduakan Allah.

Oke, Ippho santosa nambahin lagi kalau galau melanda, ubah mind site, cara berpikir kita, salah satunya dengan ngedengerin lagu yang semangat. Ganti tuh, lagu melow-melownya dengan lagu kayak ini nih.

Wah, prolognya ternyata udah kemana-mana. Wong Cuma mau ngajak nyanyi tok. Ayo, siapa yang mau nyanyi bareng aku. Hehe. 1, 2, 3... check it out :D.

Aku senang aku senang
Tapi bingung aku bingung
Aku senang aku senang
Tapi heran aku heran
Dan akupun bertanya pada semua ikan di kolam
Tiadakah kau bosan di situ
Dan diapun menjawab tiada bosan
Walau berada di tempat sekecil ini
Karena ku disini setiap hari bersama Tuhanku
Dan akupun bertanya pada laron-laron beterbangan
Mengapa kau hidup semalam
Dan diapun menjawab tiada tersia
Walau hanya semalam aku hidup di dunia
Karena dalam semalam aku hidup kusebut Tuhanku
Aku senang aku senang
Tapi bingung aku bingung
Aku senang aku senang
Tapi heran aku heran
Dan akupun bertanya pada semut-semut disarangnya
Tidakkah kau rasa lelah bekerja
Dan diapun menjawab tiada lelah
Walau sepanjang hidup aku terus bekerja
Karena setiap saat dalam bekerja bersama Tuhanku
Dan ikanpun menjawab tiada bosan
Walau berada di tempat sekecil ini
Karena ku disini setiap hari bersama Tuhanku
Dan laronpun menjawab tiada tersia
Walau hanya semalam aku hidup di dunia
Karena dalam semalam aku hidup kusebut Tuhanku
Dan semutpun menjawab tiada lelah
Walau sepanjang hidup aku terus bekerja
Karena setiap saat dalam bekerja bersama Tuhanku
Dan aku bertanya pada jiwaku
Sejauh apa hidup tanpa Tuhanku
Dan aku bertanya pada hatiku
Sedalam apa hidup tanpa Tuhanku
Dan aku bertanya pada diriku
Sekeras apa kerja tanpa Tuhanku


Soal galau
Menurutku, sangat keren ini lirik lagu. Mengajak untuk bersyukur  dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita. Jauh dari galau. Menurut KBBI,

ga·lau a, ber·ga·lau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); ke·ga·lau·an n sifat (keadaan hal) galau.

Kalau disurvey, mungkin banyak yang asal pakai istilah itu. Tapi secara keseluruhan, aku rasa galau itu keadaan dimana kita jadi sedih dan murung karena memikirkan sesuatu “Melancholis deh istilah kerennya. Padahal ga jelas juga apa yang membuat sedih atau murung itu. Berdasarkan pengamatan subjektifku, galau yang dipakai biasanya berkaitan dengan pacar. Target inceran yang ternyata disukai sama teman atau terlibat cinta segitiga. Huah, bikin gerah! Walah, bisa jadi tanda kurang bersyukur nih. Makanya perlu belajar dari ikan, laron dan semut tuh.

Sebenarnya pengen nyanyi lagu ini karena semalam dirumah pesta laron. Seru juga, sudah lama nggak mainan laron mengingatkanku pada masa kecil.

Semasa aku kecil, hampir menjelang musim hujan ada aktivitas yang menyenangkan untuk ditunggu. Menangkap laron dan bonte atau ampal. Sampai sekarang, aku nggak tau dua nama hewan terakhir itu dalam bahasa Indonesia. Kayak gambar berikut ini.
ampal
 
laron
 

Hasil ngintip di wikipedia, laron itu bentuk rayap yang mencapai bentuk bersayap yang akan keluar dari sarangnya secara berbondong-bondong pada awal musim penghujan (sehingga seringkali menjadi pertanda perubahan ke musim penghujan) di petang hari dan beterbangan mendekati cahaya. Bentuk ini dikenal sebagai laron atau anai-anai.

Untuk menangkap laron, nggak perlu alat apapun. Cukup menangkap pakai tangan dan masukkan laron ke wadah. Sedangkan untuk bonthe dan ampal, dicari di tanah yang terlihat seperti ada sesuatu yang mau keluar. Itu tandanya ada bonthe atau ampal yang siap dipanen. Hehe. Bila bonthe dan ampal sudah keburu gerah di dalam tanah dan terlanjur terbang bebas, aku yang waktu itu masih anak kecil punya cara untuk menangkap mereka. Dengan senjata lombok merah. Lombok merah diusap-usap di bagian batang pohon yang terjangkau oleh tangan. Tak lupa untuk melengkapi perangkap dan sebagai penyemangat, ada lagu andalan yang biasa kunyanyikan:

“the, bontheo... mrenea kene
Abang abang lombok
Si bonthe menclok’o kene”

(the, bontheo... kesinilah
Merah-merah cabai
Si bonthe hinggap disini)

Tak pernah aku berpikir kenapa pakai lombok merah. Sudah turun temurun dari simbahku seperti itu. Lagu itu juga demikian. Tak jelas siapa pengarangnya. Yang pasti tak perlu bayar royalti untuk sekedar menyanyikannya rame-rame :D

Entah kebetulan atau mungkin secara ilmiah ada hubungan antara lombok merah dengan ampal dan bonthe. Dan ini adalah aktivitas yang sering aku lakukan bersama teman-teman kecilku. Jauh dari MKKB (masa kecil kurang bahagia). Tapi sayang, kayaknya di tempatku 2 spesies hewan ini sudah jarang kutemukan. Hanya laron yang semalam mampir ke rumah. Tapi cukup mampu membuatku mengingat masa kecilku yang jauh dari galau :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar