Assalamu'alaikum Selamat datang di blog emak-emak muda
Home| Numpang| Nampung| Nampang| Bikin Sendiri| Twitter| Facebook|

Kamis, 09 Februari 2012

Tour de Bandung


Kali ini aku mencoba membuka ingatanku tentang perjalananku ke kota kembang, Bandung. Baru kali itu aku berkesempatan jalan-jalan ke Bandung. Inipun karena ada piknik sanitarian seKabupaten Pekalongan. Hanya sekitar 50 orang, termasuk beberapa yang membawa keluarga.
Diawali dengan start di kantor Dinkes Kab Pekalongan, pukul 9 malam. Perjalanan cenderung lancar, tak terjebak macet maupun hujan. Menggunakan bus bermerk ‘putra luragung’. Awak bus keluaran baru. Sepanjang perjalanan, di bus lebih banyak kuisi dengan tidur. Maklum, memang dipilih perjalanan pp di malam hari. Berangkat sabtu malam dan kembali senin malam.
Dan jelas, di bus tak seheboh perjalanan-perjalananku sebelumnya. Mungkin karena piknik dengan peserta yang berwarna usianya kali yaa. Perjalananku yang sudah-sudah, biasanya dihiasi dengan kehebohan tersendiri. Nyanyi ga jelas atau bercerita seru. Akibatnya, leher rasanya kaku sebelah karena tidur dengan posisi yang tak nyaman. Demi menghilangkan sedikit rasa kaku itu, aku sempatkan keluar bus ketika ada kesempatan berhenti di tempat yang ada toiletnya.
Sekitar pukul 3 dini hari, sampailah rombongan di sebuah rumah makan di daerah Sumedang. Sekedar transit dan alhamdulillah bisa meluruskan badan. Sempat keheranan dengan masjid yang ada di rumah makan itu. Pas ketika aku mencoba memjamkan mata, ada suara adzan yang terdengar dari masjid. Ternyata itu ajakan untuk shalat malam. Ga mungkin kan, shalat subuh jam segitu.
Aku baru ke masjid ketika adzan subuh berkumandang. Masjid Thosin, namanya. Bersih dan terlihat terawat. Tidak seperti masjid di rumah makan pada umumnya, yang hanya ditaruh di pojokan ruangan, seadanya dan masih mending jika tak kotor. Yah, jadi ingat taujihnya Aa Gym, jangan sampai kita pelit dan dholim kepada masjid. Sama tukang parkir aja kita rela dengan uang seribu rupiah, masak ke masjd yang jelas kita pakai airnya, tempatnya, karpetnya ga ada sepeserpun untuk diinfakkan. Jadi dengan infak yang ga seberapa itu, diharapkan bisalah untuk ngejagain masjid biar tetep bersih dan terawat.
Selepas shalat, bersih-bersih dan sarapan, rombongan bersiap ke objek wisata pertama ke kawah putih. Ternyata tempatnya di daerah pegunungan. Dan untuk sampai ke tujuan, bus harus berhenti di lereng pegunungan dan dilanjut dengan naik ontang anting. Ontang anting itu sejenis pick up tapi dimodifikasi sehingga ada bangkunya yang memuat sekitar 10 orang dan beratap. Hanya kanan kirinya yang bolong.
Sesampai di kawah putih, aku terkesan dengan kebersihannya. Sepertinya objek wisata yang belum terlalu lama dibuka umum. Dan tak ada yang menjual makanan atau minuman. Cukup menikmati pemandangan alam kawah berwarna putih dan berbau belerang. Selebihnya narsis foto kesana kemari :D Setelah sekitar 15 menit, kudu siap-siap hengkang dari pusat kawah karena dikhawatirkan kandungan belerang yang ada di kawah dapat menganggu kesehatan.
Kemudian perjalanan berlanjut ke danau situpatenggan. Sebenarnya masih satu lokasi saja. Di daerah pegunungan. Namun tempat ini bisa ditempuh dengan menggunakan bus. Di sekitar situ juga ada objek wisata walini. Sebuah tempat rekreasi alam, ada permainan yang memacu adrenalin seperti halnya flying fox. Namun sayang, cuaca tak mendukung untuk kesana. Keburu hujan. Sepanjang perjalanan kedua objek wisata ini aku seperti dihadapkan pada ingatanku tentang Bandungan Semarang.  Jalannya yang mirip. Dan hampir di setiap pekarangan rumah ada tanaman sayuran dan buah.
Oya, di danau situpatenggan itu ada sebuah daratan di tengahnya yang katanya kalau dilihat dari atas, berbentuk hati dan dibalik daratan itu terdapat batu yang mitosnya barang siapa sepasang kekasih bisa kesana dan bisa memegang batu itu maka, mereka berjodoh. Namanya batu cinta. Sekali lagi mitos. Mistik. Dan tak perlu aku ikuti. Karenanya sepanjang aku di danau itu, hanya kutampangkan diriku di jepretan kamera. Hehe.
Di sekitar danau itu pula aku menyempatkan makan siang dan mencoba menikmati minuman khas Bandung, bandrek. Rasanya seperti jahe yang dicampur gula jawa. Pas untuk daerah Bandung yang dingin. Ngomong-ngomong soal makanan, sepertinya memang butuh penyesuaian lidah. Makanan Bandung cenderung manis. Bahkan ketika makan malam di rumah makan padang, rasanyapun manis. Imej yang ada pada otakku ketika menyebut nasi padang adalah pedas dan ada sambal ijonya. Tapi sungguh tidak ada keduanya. Penyesuaian dengan lidah orang Bandung yaa.
Tujuan wisata terakhir di Cibaduyut. Sepertinya aku memang bukan tipe gila belanja. Begitu dihadapkan pada pilihan yang banyak, aku merasa memilih sesuatu dengan banyak pilihan itu sama susahnya dengan tak ada pilihan :D
Yang katanya sepatu, kaos, atau boneka murah, aku lewatkan. Hanya membeli sebuah kaos seharga 20 ribu dan itupun baru kusadari ketinggalan di bagasi bus. Yah, belum rejeki. Alhasil, makanan yang lebih banyak kubeli. Sekedar oleh-oleh, ini lho aku dari Bandung. Hehe.
Dan perjalanan ke Bandung ini, aku belum merasakan sebutan Bandung paris van java, Kota Parisnya Jawa. Bisa jadi karena aku ga ke kotanya, hanya di bagian daerah pegunungannya. Tapi jelas kurasakan keramahan orang Bandung ketika bertemu dan saling menyapa. Bahkan ketika di Kawah Putih, aku disapa orang dengan bahasa Sunda. Ketika aku Tanya balik “apa”. Si Bapak yang menyapaku bilang minta maaf salah orang. Usut punya usut, sepertinya karena waktu itu akuaku yang lagi duduk-duduk pakai topi bunder yang mungkin boleh dibilang lebih mirip sopir angkot. Hehe.
 Semoga ada kesempatan lagi kesana menjelajah ke bagian Bandung yang lainnya :)

nee dia jepretan Kawah Putih




 Sudut lain Kawah Putih :))






nampang bentar di Danau Situpatenggan :))














Tidak ada komentar:

Posting Komentar