......
Kesempatan Kedua
Kini ku sesali
Nyata cintamu kasih
Tak sempat terbaca hatiku
Malah terabai olehku
Lelah ku sembunyi
Tutupi maksud hati
Yang justru hidup karenamu
Dan bisa mati tanpamu
Andai saja aku masih punya
Kesempatan kedua
Pasti akan ku hapuskan lukamu
Menjagamu, memberimu segenap cinta
Ku sadari tak selayaknya
Selalu penuh kecewa
Kau lebih pantas bahagia
Bahagia karena cintaku
Pernah dengar lagu ini, Dek? Ga tahu kenapa, sekarang aku jadi seneng ngedengerin lagu ini. Mungkin karena lagu ini mengingatkan aku padamu. Eh, ngomong-ngomong tentang dirimu, jujur, aku kaget banget waktu pertama kali kita ketemu lagi di Malang. Secara fisik. kamu emang masih tetep pinter, cantik, dan menarik. Kalau boleh aku bilang, kamu ini bahkan multi talented, diajak ngobrol apa aja nyambung, politik oke, pengetahuan umum ayo, bahasa juga jago. Putri Indonesia kalah sama kamu, Dek!!!
Tapi, ada yang berubah, Dek. Sekarang jilbabmu tambah besar, berpakaian serba tertutup, bahkan ga mau berjabat tangan denganku. Kalau ga salah, namanya akhwat ya, Dek? Aku ga nyangka aja, ternyata kamu sudah terpengaruh ‘golongan’ itu. Golongan orang-orang Islam garis keras, mereka yang katanya terlalu fanatik pada agama Islam.
Ah, tapi bukan hal itu yang ingin kubicarakan. Aku lebih ingin membahas tentang alasanmu yang tiba-tiba saja tidak mau mengangkat teleponku atau membalas sms-sms yang kukirimkan padamu. Kenapa, Dek? Apa ini karena permintaanku akan secercah kecil kesempatan agar aku bisa menjadi lagi orang yang spesial di hatimu? Apa itu salah? Aku tahu hatimu pasti masih merasakan sakit. Aku dulu memang pernah menyia-nyiakanmu, bahkan akhirnya aku memutuskanmu tanpa adanya alasan yang jelas. Dek, aku ingin memperbaiki semua…
Permintaan ini tulus dari lubuk hatiku yang terdalam. Aku mohon, beri aku kesempatan kedua dan kembalilah menjadi bagian terindah dalam hidupku.
NB: Kaget karena tiba-tiba ada surat dariku buat kamu? Atau justru kebingungan bagaimana aku bisa tahu alamat kosmu? Tak perlu dipikir berlebihan seperti itu, Dek. Aku dapat alamatmu dari Rafa. Kudengar kalau dia kuliah di kota yang sama denganmu. Fardin Rafay Ahyan, kamu tentu tak lupa nama itu kan? Setelah putus dariku, sempat kudengar kamu menjalin hubungan dengan mantan ketua Rohis SMA kita itu. Apa itu benar, Dek? Apa itu yang membuatmu sekarang menjauhiku?
“Suit,suit.. Cetok, cetok.. Romantis euy! Sumpeh, so sweet pisan, Neng. Aa’ sampe pengin nangis, terharu biru banget. Hikz, hikz…”
“Nyebelin!!! Tertawa di atas penderitaan, Arum. Aa’ jahat!”
“Hehehe, Aa’ seneng kalau nggodain Neng. Lucu si.. Cuma masalah gini aja sampe segitu pusingnya, Neng?”
“Ga ada inspirasi, A’. Arum jadi bingung mau jawab gimana…”
“O, ya! Begitu baca surat ini. Aa’ jadi inget sesuatu. Neng paling suka sama buku-bukunya Kang Salim A. Fillah kan? Coba baca lagi buku beliau yang judulnya Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Aa’ rasa buku itu bakal bisa memberikan banyak referensi buat jawabannya Neng.”
Malam itu, setelah berjuang selama dua setengah jam, jadi juga surat balasanku buat Mas Yudhi. Sebenarnya bisa selesai lebih cepat, kalau Aa’ku yang nyebelin itu tidak mengganggu konsentrasiku. Untung aku bisa mengusir keberadaannya di kamarku, dengan cara yang agak kasar memang, tapi, biar saja. Orang iseng seperti dia memang harus ditindak tegas. Berkali-kali kubaca surat ini, ah, aku puas. Anak bahasa sepertiku memang pandai merangkai kata yang indah dan memikat. Pokoknya sistematis, efektif, dan tanpa tendensi, hehehe…
Kesempatan Kedua
Kini ku sesali
Nyata cintamu kasih
Tak sempat terbaca hatiku
Malah terabai olehku
Lelah ku sembunyi
Tutupi maksud hati
Yang justru hidup karenamu
Dan bisa mati tanpamu
Andai saja aku masih punya
Kesempatan kedua
Pasti akan ku hapuskan lukamu
Menjagamu, memberimu segenap cinta
Ku sadari tak selayaknya
Selalu penuh kecewa
Kau lebih pantas bahagia
Bahagia karena cintaku
Pernah dengar lagu ini, Dek? Ga tahu kenapa, sekarang aku jadi seneng ngedengerin lagu ini. Mungkin karena lagu ini mengingatkan aku padamu. Eh, ngomong-ngomong tentang dirimu, jujur, aku kaget banget waktu pertama kali kita ketemu lagi di Malang. Secara fisik. kamu emang masih tetep pinter, cantik, dan menarik. Kalau boleh aku bilang, kamu ini bahkan multi talented, diajak ngobrol apa aja nyambung, politik oke, pengetahuan umum ayo, bahasa juga jago. Putri Indonesia kalah sama kamu, Dek!!!
Tapi, ada yang berubah, Dek. Sekarang jilbabmu tambah besar, berpakaian serba tertutup, bahkan ga mau berjabat tangan denganku. Kalau ga salah, namanya akhwat ya, Dek? Aku ga nyangka aja, ternyata kamu sudah terpengaruh ‘golongan’ itu. Golongan orang-orang Islam garis keras, mereka yang katanya terlalu fanatik pada agama Islam.
Ah, tapi bukan hal itu yang ingin kubicarakan. Aku lebih ingin membahas tentang alasanmu yang tiba-tiba saja tidak mau mengangkat teleponku atau membalas sms-sms yang kukirimkan padamu. Kenapa, Dek? Apa ini karena permintaanku akan secercah kecil kesempatan agar aku bisa menjadi lagi orang yang spesial di hatimu? Apa itu salah? Aku tahu hatimu pasti masih merasakan sakit. Aku dulu memang pernah menyia-nyiakanmu, bahkan akhirnya aku memutuskanmu tanpa adanya alasan yang jelas. Dek, aku ingin memperbaiki semua…
Permintaan ini tulus dari lubuk hatiku yang terdalam. Aku mohon, beri aku kesempatan kedua dan kembalilah menjadi bagian terindah dalam hidupku.
NB: Kaget karena tiba-tiba ada surat dariku buat kamu? Atau justru kebingungan bagaimana aku bisa tahu alamat kosmu? Tak perlu dipikir berlebihan seperti itu, Dek. Aku dapat alamatmu dari Rafa. Kudengar kalau dia kuliah di kota yang sama denganmu. Fardin Rafay Ahyan, kamu tentu tak lupa nama itu kan? Setelah putus dariku, sempat kudengar kamu menjalin hubungan dengan mantan ketua Rohis SMA kita itu. Apa itu benar, Dek? Apa itu yang membuatmu sekarang menjauhiku?
“Suit,suit.. Cetok, cetok.. Romantis euy! Sumpeh, so sweet pisan, Neng. Aa’ sampe pengin nangis, terharu biru banget. Hikz, hikz…”
“Nyebelin!!! Tertawa di atas penderitaan, Arum. Aa’ jahat!”
“Hehehe, Aa’ seneng kalau nggodain Neng. Lucu si.. Cuma masalah gini aja sampe segitu pusingnya, Neng?”
“Ga ada inspirasi, A’. Arum jadi bingung mau jawab gimana…”
“O, ya! Begitu baca surat ini. Aa’ jadi inget sesuatu. Neng paling suka sama buku-bukunya Kang Salim A. Fillah kan? Coba baca lagi buku beliau yang judulnya Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Aa’ rasa buku itu bakal bisa memberikan banyak referensi buat jawabannya Neng.”
Malam itu, setelah berjuang selama dua setengah jam, jadi juga surat balasanku buat Mas Yudhi. Sebenarnya bisa selesai lebih cepat, kalau Aa’ku yang nyebelin itu tidak mengganggu konsentrasiku. Untung aku bisa mengusir keberadaannya di kamarku, dengan cara yang agak kasar memang, tapi, biar saja. Orang iseng seperti dia memang harus ditindak tegas. Berkali-kali kubaca surat ini, ah, aku puas. Anak bahasa sepertiku memang pandai merangkai kata yang indah dan memikat. Pokoknya sistematis, efektif, dan tanpa tendensi, hehehe…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar