...
Tapi, itu si dulu. Sekarang Aa’ku sudah berubah. Bukan berubah jadi Ksatria Baja Hitam RX seperti Kotaro Minami, tapi berubah jadi ikhwan. Itu lho, kaum-kaum jenggoters yang selalu pakai peci, baju koko dan celana kain yang nangkring di atas mata kakinya. Akacong alias Aliran Kathok Congkrang, hehehe… Lucu memang sewaktu melihat penampilannya pertama kali ketika ia pulang ke rumah dari Solo sana. Jadi ini yang ia dapatkan ketika kuliah? Tidak hanya perubahan fisik yang kudapati dari diri kakakku. Kutemukan juga bahwa dia tambah alim. Sholat lima waktu ga pernah telat dan ketinggalan, baca Qur’an jadi santapan wajibnya habis sholat. Sholat malam dan puasa-puasa sunnahpun rajin dia lakukan.
Tak mau berubah sendiri, Aa’ juga mulai menularkan ‘virus’ perubahan itu ke orang lain. Kalau boleh meminjam istilah kakakku, itu namanya dakwah, mengajak orang lain untuk berubah ke arah yang lebih baik. Salah satu target dakwah Aa’ terutama adalah Burhan, pemuda badung yang terkenal paling preman di seantero kampung kami. Kalau dulu Kang Burhan yang biasanya suka berpenampilan mirip-mirip personel Limp Bizkit atau Korn yang memang liar itu, alhamdulillah berkat bimbingan Aa’ sekarang bisa kelihatan lebih tenang. Raut muka yang biasanya juga bertampang Romusa alias Roman Muka Sadis itu pun, kini jadi Primus, alias Pria Muka Sholeh. Ditambah lagi, kalau dulu dia selalu merajalela di kampung dengan kemaksiatannya, sekarang beliau aktif di Remaja Masjid. Fantastis bukan?
Dari tadi kok ngomongin Aa’ terus ya? Bosen ah. Ganti ngomongin adeknya ya? Aku Arum Kesturi. Nama yang aneh dan ga komersil? Memang. Kata Ibuku, itu nama pemberian Bapakku karena beliau kepengin aku jadi seorang ahli puasa. Konon bau nafas orang-orang yang senang berpuasa, kelak kalau masuk surga akan seharum bunga kasturi. Keren kan filosofinya?
Aku sudah dibiasakan berjilbab sejak SD. Sholat lima waktu, baca Qur’an dan terutama puasa, tak pernah kutinggalkan. Sudah sejak kelas lima SD, aku terbiasa puasa sunnah Senin Kamis. Tidak terlalu membanggakan memang, mengingat mulutku memang puasa dari makan dan minum, tapi aku belum bisa puasa dari berbuat kemaksiatan, terutama pacaran dan ghibah (ngegosip). STMJ alias Shoum Terus, tapi Maksiat juga Jalan, hehehe..
Bicara soal pacaran, bisa dibilang aku ahli dalam hal ini. Berwajah manis, berkepribadian menarik, juga berotak lumayan encer, tak heran hampir tiap hari rumahku tak pernah sepi dari kunjungan cowok-cowok yang tentu berniat menjadikanku sebagai pacar mereka. Daripada bingung, jadilah mereka kupacari semua. Tidak manusiawi memang, tapi aku kan cuma meniru apa yang dilakukan Aa’ku. Kalau mau menyalahkan, salahkan saja dia. Setuju?
Tapi, seperti Aa’ yang akhirnya berubah, petualangan cintaku pun berakhir. Ceritanya di SMA kelas satu aku akhirnya benar-benar jatuh cinta pada Yudhi Ardiansyah, kakak kelasku yang jagoan basket dan vokalis band yang cukup terkenal di seantero kota. Tipe cowok metroseksual yang tentu playboynya minta ampun. Nasib baik masih menyertaiku karena ternyata dia juga menyukaiku. Demi dia, kurelakan putus dari semua pacarku. Sampai suatu saat, di hampir satu tahun kami berpacaran, dia minta putus dariku. Tanpa alasan yang bisa kumengerti pula. Payah, baru sekali jatuh cinta, langsung patah hati. Aku merana, serasa hidup segan mati tak mau.
Demi menghilangkan rasa ‘sakit’ ini, aku mencari pelarian. Bukan, bukan dengan mencari pacar baru, tapi aku memilih lari ke masjid sekolah, rajin mengikuti kajian-kajian agama yang diadakan anak-anak Rohis di SMA. Mulanya memang iseng saja. Lama-kelamaan, entahlah, aku merasa nyaman. Di sana justru kutemukan kedamaian hati serta sahabat-sahabat yang kemudian senantiasa ada untukku. Ah, ternyata di saat aku patah hati karena dikhianati cinta sang kekasih hati, justru kutemukan cinta-cinta lain yang semakin mendekatkanku pada cintaNya yang lebih sempurna dan hakiki. Indahnya...
Tapi, itu si dulu. Sekarang Aa’ku sudah berubah. Bukan berubah jadi Ksatria Baja Hitam RX seperti Kotaro Minami, tapi berubah jadi ikhwan. Itu lho, kaum-kaum jenggoters yang selalu pakai peci, baju koko dan celana kain yang nangkring di atas mata kakinya. Akacong alias Aliran Kathok Congkrang, hehehe… Lucu memang sewaktu melihat penampilannya pertama kali ketika ia pulang ke rumah dari Solo sana. Jadi ini yang ia dapatkan ketika kuliah? Tidak hanya perubahan fisik yang kudapati dari diri kakakku. Kutemukan juga bahwa dia tambah alim. Sholat lima waktu ga pernah telat dan ketinggalan, baca Qur’an jadi santapan wajibnya habis sholat. Sholat malam dan puasa-puasa sunnahpun rajin dia lakukan.
Tak mau berubah sendiri, Aa’ juga mulai menularkan ‘virus’ perubahan itu ke orang lain. Kalau boleh meminjam istilah kakakku, itu namanya dakwah, mengajak orang lain untuk berubah ke arah yang lebih baik. Salah satu target dakwah Aa’ terutama adalah Burhan, pemuda badung yang terkenal paling preman di seantero kampung kami. Kalau dulu Kang Burhan yang biasanya suka berpenampilan mirip-mirip personel Limp Bizkit atau Korn yang memang liar itu, alhamdulillah berkat bimbingan Aa’ sekarang bisa kelihatan lebih tenang. Raut muka yang biasanya juga bertampang Romusa alias Roman Muka Sadis itu pun, kini jadi Primus, alias Pria Muka Sholeh. Ditambah lagi, kalau dulu dia selalu merajalela di kampung dengan kemaksiatannya, sekarang beliau aktif di Remaja Masjid. Fantastis bukan?
Dari tadi kok ngomongin Aa’ terus ya? Bosen ah. Ganti ngomongin adeknya ya? Aku Arum Kesturi. Nama yang aneh dan ga komersil? Memang. Kata Ibuku, itu nama pemberian Bapakku karena beliau kepengin aku jadi seorang ahli puasa. Konon bau nafas orang-orang yang senang berpuasa, kelak kalau masuk surga akan seharum bunga kasturi. Keren kan filosofinya?
Aku sudah dibiasakan berjilbab sejak SD. Sholat lima waktu, baca Qur’an dan terutama puasa, tak pernah kutinggalkan. Sudah sejak kelas lima SD, aku terbiasa puasa sunnah Senin Kamis. Tidak terlalu membanggakan memang, mengingat mulutku memang puasa dari makan dan minum, tapi aku belum bisa puasa dari berbuat kemaksiatan, terutama pacaran dan ghibah (ngegosip). STMJ alias Shoum Terus, tapi Maksiat juga Jalan, hehehe..
Bicara soal pacaran, bisa dibilang aku ahli dalam hal ini. Berwajah manis, berkepribadian menarik, juga berotak lumayan encer, tak heran hampir tiap hari rumahku tak pernah sepi dari kunjungan cowok-cowok yang tentu berniat menjadikanku sebagai pacar mereka. Daripada bingung, jadilah mereka kupacari semua. Tidak manusiawi memang, tapi aku kan cuma meniru apa yang dilakukan Aa’ku. Kalau mau menyalahkan, salahkan saja dia. Setuju?
Tapi, seperti Aa’ yang akhirnya berubah, petualangan cintaku pun berakhir. Ceritanya di SMA kelas satu aku akhirnya benar-benar jatuh cinta pada Yudhi Ardiansyah, kakak kelasku yang jagoan basket dan vokalis band yang cukup terkenal di seantero kota. Tipe cowok metroseksual yang tentu playboynya minta ampun. Nasib baik masih menyertaiku karena ternyata dia juga menyukaiku. Demi dia, kurelakan putus dari semua pacarku. Sampai suatu saat, di hampir satu tahun kami berpacaran, dia minta putus dariku. Tanpa alasan yang bisa kumengerti pula. Payah, baru sekali jatuh cinta, langsung patah hati. Aku merana, serasa hidup segan mati tak mau.
Demi menghilangkan rasa ‘sakit’ ini, aku mencari pelarian. Bukan, bukan dengan mencari pacar baru, tapi aku memilih lari ke masjid sekolah, rajin mengikuti kajian-kajian agama yang diadakan anak-anak Rohis di SMA. Mulanya memang iseng saja. Lama-kelamaan, entahlah, aku merasa nyaman. Di sana justru kutemukan kedamaian hati serta sahabat-sahabat yang kemudian senantiasa ada untukku. Ah, ternyata di saat aku patah hati karena dikhianati cinta sang kekasih hati, justru kutemukan cinta-cinta lain yang semakin mendekatkanku pada cintaNya yang lebih sempurna dan hakiki. Indahnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar