Hari ini mungkin Kartini boleh berbangga. Bagaimana tidak, usahanya untuk menyetarakan kaum perempuan dan laki-laki semakin hari semakin ada hasilnya. Karena dari buah pikirannyalah, muncul Kartini – Kartini jaman sekarang yang berpikiran serupa. Bahkan tidak hanya di Indonesia tapi di dunia. Meski mungkin, tokoh perempuan yang berjuang seperti Kartini di Negara lain bisa jadi berbeda.
Lihat saja 8 goals MDG’s (Millenium Development Goals) 2015 berikut ini:
1. Mengurangi kemiskinan dan kelaparan (turun 50%)
2. Mewujudkan pendidikan dasar universal (net enrollment 100%)
3. Mewujudkan kesetaraan gender (ratio pendidikan laki-laki dan perempuan 100%)
4. Menurunkan kematian bayi (2/3 dari keadaan tahun 1990)
5. Menurunkan kematian ibu (2/3 dari keadaan tahun 1990)
6. Mengurangi penyakit menular, khususnya HIV/ AIDS, malaria dan tuberculosis (prevalensinya tetap atau diturunkan)
7. Mewujudkan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan (penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih turun 50%)
8. Melaksanakan kemitraan global untuk mencapai ketujuh tujuan tersebut di atas (bantuan Negara mampu untuk Negara kurang mampu)
(sumber : Media Informasi Kesehatan-Dinkes Prop Jateng vol 1 no 24 Oktober 2009)
Point ketiga adalah gambaran dari pikiran Kartini. Meskipun sebenarnya sejak aku sekolah dari SD hingga SMA, perempuan selalu merajai (secara kuantitas) di setiap kelas yang aku huni. Dan juara kelaspun selalu disabet oleh perempuan. Apalagi ketika aku kuliah di FKM. Yang kata orang, Fakultas Kebanyakan Muslimah. Hehe. Maklum, dar sejak berdiri, fakultas itu memang kebanyakan dihuni oleh perempuan berjilbab. Dalam sejarah berdirinya, hingga tahun 2002 ketika aku masuk kuliah di situ, jumlah mahasiswa laki-laki terbanyak adalah ketika angkatanku itu. 11 orang dari 72 mahasiswa. Itu sudah dikatakan paling banyak :D
Mungkin itu hanya kebetulan, seperti halnya jurusan Teknik mesin yang kebanyakan dikuasai oleh kaum laki-laki. Hanya 1 atau 2 perempuan yang nekad mendalami jurusan itu. Layaknya perempuan di sarang penyamun. Hehe.
Ini efek jumlah perempuan di dunia yang lebih banyak daripada laki-laki atau memang minat perempuan terhadap pendidikan yang lebih besar ketimbang laki laki ya Tapi bila diambil positifnya adalah yang jelas kesempatan untuk mendapatkan pendidikan sekarang terbuka lebar baik bagi perempuan maupun laki-laki. Tidak seperti jaman dahulu, jaman ketika perempuan yang kalau orang Jawa bilang, 3 M, masak, macak, manak. Mengurusi dapur, berdandan dan urusan rumah tangga. Sehingga pendidikan hanya dinomorsekiankan untuk perempuan.
Namun tak sedikit pula yang kebablasan dengan penyetaraan ini. Berdalih emansipasi, seorang perempuan tidak memposisikan dirinya secara kodrat keperempuannya. Pola pikir feminisme, atau bahkan sampai berpikir tak memerlukan laki-laki. Padahal jelas, Allah menciptakan perempuan dan laki-laki agar saling mengisi dengan perannya masing-masing tanpa harus merasa unggul satu sama lain.
Atau dengan dalih perempuan dan laki-laki sama saja, malah kebablasan toleran (untuk menghaluskan kata membiarkan) terhadap mereka laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya. Huft, rasanya dunia semakin dekat dengan hari akhir.
Tengok saja, adanya acara yang berbau waria, dengan alasan menghargai mereka yang memang mempunyai hak untuk dihargai kehidupannya. Tapi dengan cara inikah?
Kartini mungkin boleh berbangga tapi mungkin juga Kartini akan sedih melihat ini semua.
Lihat saja 8 goals MDG’s (Millenium Development Goals) 2015 berikut ini:
1. Mengurangi kemiskinan dan kelaparan (turun 50%)
2. Mewujudkan pendidikan dasar universal (net enrollment 100%)
3. Mewujudkan kesetaraan gender (ratio pendidikan laki-laki dan perempuan 100%)
4. Menurunkan kematian bayi (2/3 dari keadaan tahun 1990)
5. Menurunkan kematian ibu (2/3 dari keadaan tahun 1990)
6. Mengurangi penyakit menular, khususnya HIV/ AIDS, malaria dan tuberculosis (prevalensinya tetap atau diturunkan)
7. Mewujudkan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan (penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih turun 50%)
8. Melaksanakan kemitraan global untuk mencapai ketujuh tujuan tersebut di atas (bantuan Negara mampu untuk Negara kurang mampu)
(sumber : Media Informasi Kesehatan-Dinkes Prop Jateng vol 1 no 24 Oktober 2009)
Point ketiga adalah gambaran dari pikiran Kartini. Meskipun sebenarnya sejak aku sekolah dari SD hingga SMA, perempuan selalu merajai (secara kuantitas) di setiap kelas yang aku huni. Dan juara kelaspun selalu disabet oleh perempuan. Apalagi ketika aku kuliah di FKM. Yang kata orang, Fakultas Kebanyakan Muslimah. Hehe. Maklum, dar sejak berdiri, fakultas itu memang kebanyakan dihuni oleh perempuan berjilbab. Dalam sejarah berdirinya, hingga tahun 2002 ketika aku masuk kuliah di situ, jumlah mahasiswa laki-laki terbanyak adalah ketika angkatanku itu. 11 orang dari 72 mahasiswa. Itu sudah dikatakan paling banyak :D
Mungkin itu hanya kebetulan, seperti halnya jurusan Teknik mesin yang kebanyakan dikuasai oleh kaum laki-laki. Hanya 1 atau 2 perempuan yang nekad mendalami jurusan itu. Layaknya perempuan di sarang penyamun. Hehe.
Ini efek jumlah perempuan di dunia yang lebih banyak daripada laki-laki atau memang minat perempuan terhadap pendidikan yang lebih besar ketimbang laki laki ya Tapi bila diambil positifnya adalah yang jelas kesempatan untuk mendapatkan pendidikan sekarang terbuka lebar baik bagi perempuan maupun laki-laki. Tidak seperti jaman dahulu, jaman ketika perempuan yang kalau orang Jawa bilang, 3 M, masak, macak, manak. Mengurusi dapur, berdandan dan urusan rumah tangga. Sehingga pendidikan hanya dinomorsekiankan untuk perempuan.
Namun tak sedikit pula yang kebablasan dengan penyetaraan ini. Berdalih emansipasi, seorang perempuan tidak memposisikan dirinya secara kodrat keperempuannya. Pola pikir feminisme, atau bahkan sampai berpikir tak memerlukan laki-laki. Padahal jelas, Allah menciptakan perempuan dan laki-laki agar saling mengisi dengan perannya masing-masing tanpa harus merasa unggul satu sama lain.
Atau dengan dalih perempuan dan laki-laki sama saja, malah kebablasan toleran (untuk menghaluskan kata membiarkan) terhadap mereka laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya. Huft, rasanya dunia semakin dekat dengan hari akhir.
Tengok saja, adanya acara yang berbau waria, dengan alasan menghargai mereka yang memang mempunyai hak untuk dihargai kehidupannya. Tapi dengan cara inikah?
Kartini mungkin boleh berbangga tapi mungkin juga Kartini akan sedih melihat ini semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar