Assalamu'alaikum Selamat datang di blog emak-emak muda
Home| Numpang| Nampung| Nampang| Bikin Sendiri| Twitter| Facebook|

Kamis, 21 April 2011

merantau :D

Kata Bang Syafi’i (panggilan kerennya Imam Syafi’i), Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Tentu saja lebih jauh lagi, dengan tidak melupakan kerabat dan kawan lama. Itulah yang aku alami saat ini. Sepertinya kata merantau begitu dekat denganku. Sejak tiga tahun setelah aku dilahirkan, aku telah merantau jauh dari kota kelahiranku. Menemani nenekku yang berada di Klaten. Hingga aku menyelesaikan SMA-ku di sana. Jauh dari kampung halaman dan kedua orang tuaku. Dan hanya bertemu mereka ketika liburan sekolah. Bahkan ketika bertemu pertama kali dengan kedua orang tuaku, aku harus mengingat-ingat kembali tiga tahun waktu yang kulewati bersama mereka.


Lepas SMA, aku meneruskan kuliah di UNDIP Semarang. Saat itu aku sebenarnya diterima di dua tempat. Selain di UNDIP, aku juga diterima di Akademi Fisioterapi di Solo. Karena alasan saat itu aku ingin lebih dekat pulang ke rumah orang tuaku, tempat aku dilahirkan, aku memilih UNDIP. Dan pilihan ini sempat aku sesali. Karena ketika semester 2 kuliah disana, ada kabar duka, nenekku meninggal.

Aku merantau ke Klaten itu memang dalam rangka menemani nenekku yang di usia senja itu merasa hidup sendiri. Sebenarnya beliau tinggal dengan keluarga Pakdhe (anak pertama dari nenek, ya kakaknya Pae gitu). Namun tetep saja pengen ada yang bener-bener menemani hidupnya. Hehe, merasa jadi orang penting ni  (katanya sih, Pae itu anak kesayangannya nenekku. Dan dengan GRnya aku merasa jadi cucu kesayangan nenekku itu).

Waktu itu, aku masih ingat, malam sebelum nenekku meninggal, beliau meneleponku untuk segera datang ke Klaten. Saat itu nenekku memang sedang sakit. Bahkan beliau sempat meminta Pae untuk segera dating juga untuk mengantarnya ke pengobatan alternatif. Tapi saat itu aku yang lagi seneng-senengnya ikut kegiatan kampus, aku menunda kepulanganku ke Klaten. Begitu juga Pae yang saat itu memang sedang banyak pekerjaan, belum bisa datang menemui nenekku.

Tiba-tiba ketika aku kuliah, Pae datang ke kampusku dengan membawa kabar duka itu. Dengan segala kekuatan yang aku punya, akhirnya luluh juga benteng pertahananku dengan segala alibi kegiatan-kegiatan kampusku. Aku pulang saat itu juga. Ada rasa sesal, menyesal yang sungguh dalam. Bahkan beberapa kali waktu aku ziarah ke makam nenekku itu, aku selalu menangis mengingatnya T_T

Sejak itu, ketika ada liburan kuliah, aku lebih sering pulang ke Batang, ke kota tempat aku dilahirkan.

Meski niat awal aku memilih kuliah di Semarang adalah agar lebih dekat dengan orang tuaku (yang jelas pikirku lebih dekat Semarang – Batang daripada Klaten – Batang), pada akhirnya aku yang terbiasa jauh dengan orang tua, jarang pula aku pulang ke Batang. Aku ingat dulu ketika semester 1, awal aku kuliah, aku hanya pulang dua kali. Aku begitu menikmati perantauanku tanpa homesick seperti yang dialami sebagian teman-teman kosku saat itu yang memang rata-rata baru mulai kos ketika kuliah. Lantaran hal itu, orang tuaku sempat tidak mengirimkan jatah vitamin D alias duit bulanan untuk keperluanku selama jauh dirantau. Orang tuaku sepakat memberikan jatah duit bulanan itu jika aku pulang ke rumah, sekalian minimal tegur sapa sama orang tua, demikian kata Bue. Hehe, memang kebangetan aku jadi anak (semoga cukup saat itu saja).

Maklum, terbiasa jauh dengan orang tua, membuat aku memang bisa mandiri tapi kelewat tak peduli. Lebih asyik dengan menyibukkan diri bersama teman-teman kampus di berbagai kegiatan. Tapi lambat laun, aku berubah. Aku sadar, aku salah memposisikan diri. Bagaimanapun orang tua memang mempunyai hak atas diri anaknya. Meski hanya sekedar melihat,

Lulus kuliah, aku masih bertahan di Semarang. Melanjutkan perantauanku dengan mengajar di sebuah SMP swasta. Awalnya, memang orang tuaku mendukung, meski tak sesuai dengan ijazah kuliahku. Tetapi baru aku sadari beberapa tahun kemudian kalau orang tuaku begitu mengharapkan aku “berseragam” dengan bekerja sesuai ijazah kuliahku. Karenanya setiap ada penerimaan pegawai orang-orang berseragam itu, aku diminta untuk ikut. Meski sebenarnya dari pihak yayasan dimana aku mengajar tak membolehkan. Paling tidak, jauh sebelumnya aku sudah mengkomunikasikan hal ini dengan pihak sekolah tempat aku mengajar.

Sungguh, dulu ketika awal memilih jurusan akan kuliah di bidang apa, aku bingung. Tak ada pikiran sama sekali dengan dunia pendidikan. Aku bukan tipe orang yang suka berlama-lama banyak kata di hadapan orang layaknya seorang guru. Aku mencintai dunia kesehatan. Karenanya aku memilih FKM, Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai pilihan kuliahku. Bukan kedokteran karena nggak “nyandak”. Hehe, nggak cuma nggak nyandak otaknya tapi juga duitnya. Kabarnya saat itu, butuh sekitar 100 juta untuk bisa masuk di fakultas kedokteran.

Aku bisa bertahan ngajar di sekolah itu selama tiga tahun lebih. Sungguh diluar dugaanku. Hingga akhirnya keadaan memaksaku untuk resign dari situ. Kembali pulang ke Batang karena aku akhirnya diterima menjadi bagian orang-orang berseragam.
Pulang ke rumah, tidak langsung membuatku senang. Maklum, aku tak banyak mengenal orang di sekitar situ. Dan aku tipe orang yang mungkin tidak mudah beradaptasi. Butuh waktu lama. Sebenarnya aku diterima menjadi bagian orang-orang berseragam itu bukan di kampung halamanku tapi di Pekalongan. Dan akhirnya setelah aku tahu penempatannya jauh dari rumahku, aku kembali harus merantau. Sepertinya memang merantau tidak lepas dari hidupku.

Disinilah, di sebuah Puskesmas aku berusaha mengabdikan diri. Menjadi bagian dari orang-orang berseragam. Aku teringat ayahnya Andrea Hirata yang selalu terpesona dengan orang-orang berseragam itu. Tak jauh beda dengan Pae, ayahku, yang bangga dengan orang-orang berseragam. Namun, inilah yang membuat aku harus beradaptasi kembali. Menata kemampuanku tentang dunia kesehatan yang telah kutumpuk sekian tahun lamanya.

Dan kembali aku merantau seperti menagih janji Imam Syafi’i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar