Saat posting cerita ini, aku lagi nemenin temenku yang lagi penyuluhan di sekolah (SMPN 1 Paninggaran). Sebuah sekolah di daerah Kabupaten Pekalongan. Meski nggunung, ternyata boleh juga ni sekolah. hehe.
Lumayan, daripada lumanyun :p
Cuma maucerita soal kosku selama di Kabupaten Pekalongan. Sebenernya udah lama nulisnya tapi mengawali postingannya yang rada buntu. Boleh dibaca, tak boleh dimakan :D
Rumah (kos) pertamaku’
Sejak kerja di Kabupaten Pekalongan, aku jadi anak kos
(lagi). Tepatnya sejak bulan April 2011. Awalnya aku kos di dekat tempat kerja,
selisih beberapa rumah. Enaknya, jelas kalau ke tempat kerja tinggal lompat
langsung nyampe. Ga enaknya, ga ada temen kosnya. Sumpah, garing banget.
Saat itu aku menempati kamar di lantai dua. Rumahnya boleh
dibilang setengah jadi. Tampak luar, manis nian. Sampai lantai pertama, kondisi
baik-baik saja. Untuk ke lantai dua, harus menaiki tangga yang memang belum
jadi. Ga ada pinggiran yang buat pegangan ketika naik tangga. Rada parno
sebenernya. Di lantai dua itu ada 3 kamar. Satu kamar untuk anak perempuan ibu
bernama Deka, 1 kamar untuk anak
laki-laki ibu kos, yang biasa dipanggil Rojack dan 1 kamar untukku. Deka sering
tak kujumpai di kos, usia anak SMA yang suka main di luar. Sedang Rojack yang
pendiam baru kuketahui ternayat memang rada ga genep orangnya. Ini berarti
menambah daftar parno soal kos pertamaku.
Kamar yang kutempati cukup luas, meski tak seluas lapangan
bola. Ya ilayah, (>,<) Ada dipan lengkap dengan kasur dan sprei cantik,
meja dan lemari mungil. Mungkin nyanyian ini pantas menggambarkan: “ you are beautiful, beautiful, beautiful.
Kamu cantik, cantik, cantik dari hatimuuuu “. Fasilitas yang cukup dengan
harga sewa 300 ribu sebulan. Tapi fasilitas lumayan itu masih bisa ngalahin
garing dan parnonya aku disitu. Akhirnya, aku putuskan untuk pindah kos.
Rumah (kos) keduaku,
And then, aku pindah kos bareng sama 2 teman kerjaku,
seorang perawat gigi dan bidan desa. Barengan sama yang punya rumah, pasangan
suami istri yang mempunyai 1 anak laki-laki. Anak laki-laki itu bernama Rifki.
Aku biasa memanggilnya dengan panggilan Kiki atau lup (panggilan untuk anak
laki-laki di sekitar daerahku). Kiki kecil genap berumur 4 tahun tanggal 18April ini. Suka sekali sama
yang namanya mainan mobil dan kendaraan bermesin lainnya. Maniak, malah. Hampir
setiap hari beli mainan mobil-mobilan dari harga 500 perak sampe ratusan ribu. Kayaknya
koleksinya udah pantes kalau mau dibuat ajang pameran tunggal.
Pernah suatu pagi, ngambek ga mau sarapan. Minta dibelikan
mobil yang bisa dinaiki seperti mobil gokart. Rupanya mogok sarapan tidak hanya
pagi itu saja. Berlanjut hingga beberapa hari. Mungkin ini anak niru gaya demo
orang-orang yang mogok makan demi minta tuntutannya dipenuhi. Untungnya, ga
sampai ikut aksi jahit mulut :D
Ada saja alasannya untuk mogok makan. Dari mulai standar,
karena ga laper, sampai pura-pura sariawan. Badannya yang kurus serasa semakin
tinggal tulang dan kulit saja. Sebagai orang tua yang sayang anaknya, akhirnya luluh
pula ortu muda ini untuk membelikan mobil-mobilan. Lebih karena ga tega melihat
anaknya seperti itu.
Dan keributan yang lumayan aneh itu berlanjut ketika suatu
hari si Kiki kecil nangis. Suara tangisannya macam suara sumbang di sebuah
pentas Elva’s sesoria. Urusan ini tak perlu bertanya ke Shinichi untuk sekedar
taua apa masalahnya. Ternyata si Kiki kecil menolak mentah-mentah diajak pergi
keluar kota dengan mobil kijang. Dia pikir lebih mending pakai mobil terompak (pick up) yang biasa dipakai
ayahnya ngompreng. Ha, si Kiki kecil takut naik mobil keren?! Sepertinya dia
hanya hobi koleksi saja tanpa harus mengendarainya.
Bisa jadi cerita tentang si Kiki kecil bakal berlanjut
seiring tumbuh kembangnya. Entah nanti apakah si Kiki kecil yang tumbuh besar
benar-benar akan membuat pameran tunggal mainan mobil-mobilan. Atau si Kiki
kecil akan mengubah cita-citanya menjadi pengusaha mobil yang hanya menjual
mobil terompak (bak terbuka) tanpa pernah bersentuhan dengan mobil keren.
Entahlah. Masih panjang untuk mengetahui itu semua dengan jelas.
And then, cerita kos keduaku ini bakalan lebih berwarna, berlanjut
hingga suatu saat nanti aku ga disitu lagi. Entah pindah kos atau pindah ke
rumah baru :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar