Assalamu'alaikum Selamat datang di blog emak-emak muda
Home| Numpang| Nampung| Nampang| Bikin Sendiri| Twitter| Facebook|

Selasa, 20 Desember 2011

Kasih Ibu

‘’Apa sih motherhood itu, gimana rasanya menjadi ibu itu? Istimewanya dimana? Bahkan pertanyaan ini masih terus ada meski aku sudah melahirkan si Zahira” kata seorang artis dengan ekspesifnya ketika ditanya soal apa arti ibu baginya. Artis itu adalah Nirina Zubir. Bisa kebayang kan gimana ekspresifnya artis yang satu ini ketika memberikan jawaban itu.

Kemudian Nirina melanjutkan kalimat retorisnya itu “Dan aku baru merasakan o, ini ya perasaan menjadi ibu itu pas aku lihat Zahira (anak pertama Nirina-penulis) yang waktu itu baru berumur 3 hari, anak sekecil itu harus transfusi ganti darah. Dan saat itu aku baru bener-bener merasa ini ya motherhood itu. Hehe”. Ya, anak yang terlahir dari orang tua yang golongan darahnya AB dan O, kadar bilirubinnya meningkat dan untuk mengatasinya maka si anak harus transfusi untuk mengganti golongan darah. Begitu penjelasan Nirina.

Mungkin tulisanku tak sepenuhnya menggambarkan betapa ekspresifnya Nirina. Tapi pernyataannya itu cukup mengusik hatiku. Yeah, merasakan betapa kasih ibu itu sepanjang masa dan kasih anak sepanjang galah. “Karena yang akan melanjutkan hidupku itu ya anak-anakku. Aku kerja, juga buat dia. Ibaratnya aku cuma mengawalnya aja” tambah Nirina.

Kau tahu, sejujurnya aku memang sering mendengar atau sekedar melagukan pernyataan kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Tapi sejujurnya juga tak pernah sepenuhnya mengerti maksudnya. Bukan karena aku berada dalam keluarga yang tak bahagia. Bukan. Aku mempunyai keluarga yang utuh. Bapak, ibu dan dua adik.
Hingga aku mencoba merefleksi sekian tahun hidupku. Aku kecil dilahirkan dengan bertaruh nyawa oleh ibuku. Menurut cerita ibuku, aku sebagai anak pertama menjadi awal kehamilan yang menegangkan bagi ibu. Di awal kehamilan, ibu sudah diwanti-wanti oleh dokter untuk operasi karena kondisi ibu yang kesempitan pinggul. Bisa dibayangkan, hamil pertama sudah diwanti-wanti begitu. Berita ini cukup membuat ibu khawatir dan tidur tak nyenyak.

Bahkan saat HPL (hari perkiraan lahir) tiba, ibu sempat merasakan KPD (ketuban pecah duluan) dan harus dilarikan ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit, ternyata ‘kenikmatan’ itu belum berakhir. Keadaan tambah panik karena pembukaan belum kelihatan bertambah sampai akhirnya dokter menyarankan untuk operasi untuk kelahiranku. Semalam itu ibu puasa dan tak bisa tidur demi menikmati rasa sakit akibat pembukaan yang lambat dan menerima kabar harus operasi. Tapi pada akhirnya diantara ketegangan dan kekhawatiran yang ada, aku bisa dilahirkan normal ketika pagi menyingsing sekitar pukul 6 pagi.

Lain lagi cerita soal kelahiran adik-adikku. Adikku yang perempuan, lahir ‘tanpa perencanaan’. Yang namanya HPL memang hanya perkiraan kelahiran. Bisa maju atau mundur. Jadi saat itu tiba-tiba ibu yang sedang di rumah merasa akan melahirkan. Buru-buru bapak memanggil bidan. Rupanya si adik perempuanku tak mengerti untuk bertahan barang sebentar untuk keluar dari rahim ibu. (Hehe, ya iyalah). Si adik lahir sungsang (lahir kaki duluan). Maklum, saat itu ibu memang hanya memeriksakan kehamilannya di puskesmas, tak pakai acara USG. Meski begitu, bidan desa saat itu benar-benar berani dan cukup ahli untuk mengeluarkan adikku seutuhnya dari rahim ibu.

Prosesi kelahiran adik perempuanku ini memang tak kalah dramatis. Lahir atau terlahir (hehe) di rumah, posisi lahir sungsang dan sempat tak menangis sekitar setengah jam setelah lahir karena tersumbat cairan ketuban. Dan setelah cairan ketuban di telinga, hidung dan mulutnya disedot, perlahan si adik bernafas dan menangis.

Membayangkan kelahiran adik perempuanku ini, rasanya seperti mengulang melihat 3 idiot. Film India yang ada adegan seorang perempuan melahirkan dan setelah perjuangan yang menegangkan, lahirlah bayi kecil namun tak menangis. Sedihlah orang-orang di sekitar saat itu. Hingga akhirnya ketika si tokoh melafadzkan ‘all is well’, si bayi sedikit bergerak. Dan sungguh terlihat betapa bahagianya para tokoh itu demi melihat si bayi menangis. Kubayangkan, kebahagiaan orang-orang saat kelahiran adik perempuanku seperti itu.

Adik keduaku, laki-laki. Kelahirannya tak sedramatis kakak-kakaknya. Tapi bukan berarti tak penuh dengan perjuangan ibu. Adik keduaku lahir setelah adik pertamaku berumur 6 tahun. Jarak yang lumayan jauh. Kata ibuku karena keinginan mempunyai anak laki-laki. Jarak yang jauh itu membuat ibu seperti merasakan hamil awal karena kondisi rahim istirahat cukup lama. Selama hamil hingga pasca kelahiran adik keduaku ini, ibu sering merasakan pegal-pegal di badannya.
Menyimak ulang bagaimana perjuangan ibu untuk hamil, melahirkan hingga membesarkanku dan adik-adikku semakin meyakinkanku bahwa ‘kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa’. Itu pula yang selalu mengingatkanku ketika aku jengkel karena masih capek habis pergi jauh, sudah diminta membantu ini itu. Atau sebel ketika ditanya kapan: kapan lulus kuliah, kapan jadi PNS, dan kapan menikah.

Ternyata, itu semua tak sebanding dengan apa yang sudah dan selalu ibu lakukan. Ibu yang selalu memberi yang terbaik dan senantiasa menyelipkan namaku dan adik-adikku dalam doa panjangnya. Masih sering mengadakan syukuran atas namaku dan adik-adikku ketika ada momen spesial. Sekalian sedekah, kata ibuku. Bahkan sempat kubertanya dengan nada protes untuk apa ibu repot beli piring, gelas atau peralatan rumah tangga hingga bertumpuk menuh-menuhin rumah. Bisa dipakai untuk mbak Ida nanti kalau sudah berkeluarga, kilah ibu. Wuahh, mak nyess deh.

Inilah kisahku, kisah seorang anak yang saat ini belum pernah menjadi ibu secara utuh. Aku sayang ibu :)

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah… penuh nanah
Seperti udara… kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas…ibu…ibu
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas…ibu…ibu….
(ibu oleh Iwan Fals)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar